Seri: Catatan Muslimah di Swedia #2

Sudah sebelas kali, saya merayakan Lebaran Idul Fitri di Stockholm. Ibu kota negara Swedia ini telah menjadi ’rumah kedua’ sejak 7 Juli 2011. Idul Fitri 1432 H yang berlangsung pada tanggal 30 Agustus 2011 menjadi lebaran perdana saya di bumi Viking ini. Tentu, hal ini memberikan pengalaman yang sangat berkesan buat saya yang terbiasa dengan keramaian suasana menyambut dan menikmati perayaan Idul Fitri di Tanah Air.
Banyak sekali perbedaan suasana Idul Fitri di Swedia dan Tanah Air yang dapat saya ceritakan.
Perbedaan yang paling mendasar itu ada pada rasa kangen yang membuncah untuk merayakan lebaran bersama keluarga dan sahabat di Tanah Air. Halal bihalal bertatap muka, tidak bisa dilakukan kembali. Bagi saya, tetap ada rasa yang berbeda yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata sekalipun sekarang eranya teknologi maju yang membuat kita dapat berhalal bihalal virtual – online.
Bagaimanapun juga, pertemuan tatap muka itu tidak bisa digantikan dengan pertemuan online via aplikasi online-meeting secanggih apapun yang mengandalkan kekuatan WiFi yang cepat sekalipun. Oleh karena itu, saya membutuhkan waktu beradaptasi yang cukup berat hingga kini dalam berkomunikasi dengan keluarga, sahabat dan kawan di Tanah Air. Bukan hanya pada saat Lebaran, namun dalam keseharian, terlebih perbedaan waktu yang ekstrim antara Swedia dengan Tanah Air yang bisa 5 jam (waktu musim panas) atau 6 jam (waktu musim dingin). Waktu di Tanah Air, 5 atau 6 jam lebih awal daripada waktu Swedia.
Perbedaan berikutnya itu, tidak ada alunan takbir yang biasa saya dengar dari surau atau masjid. Bahkan, berharap ada takbir keliling itu sesuatu yang mustahil, termasuk pemandangan anak-anak remaja yang bermain petasan menyambut Idul Fitri keesokan harinya. Alunan takbir hanya dapat dinikmati via Youtube atau bertakbir bersama keluarga usai shalat Isya.
Beberapa masjid di Stockholm tidak menyelenggarakan malam takbiran selaiknya masjid di Tanah Air. Namun, sebelum pandemi Covid-19, beberapa masjid tersebut menyelenggarakan shalat Idul Fitri berjamaah. Bahkan, pengurus masjid itu pun juga menawarkan momen buka puasa dan tarawih bersama. Sayangnya, ini kali kedua, tidak ada momen buka puasa, tarawih dan shalat Idul Fitri berjamaah di masjid-masjid tersebut. Mengapa? Para pengurus masjid displin menaati ketentuan Pemerintah Swedia dalam upaya meminimalkan penyebaran virus Covid-19.
Tetapi, ada yang unik yang dapat kita lihat bagaimana Masjid Raya Stockholm – the Stockholm Grand Mosque – menyelenggarakan shalat Idul Fitri berjamaah. Masjid terbesar di Stockholm yang terletak di Medborgsplatsen, sekitar 10 menit dari kawasan pusat kota-nya Stockholm (Sergel torg – T Centralen) membagi 3 waktu pelaksanaan shalat Idul Fitri, yakni jam 07.00, 08.00 dan 09.00 pagi. Bahkan, pengurus masjid sampai membentuk panitia khusus shalat Idul Fitri. Tujuannya, agar umat Muslim dapat menjalankan ibadah dengan nyaman dan aman.
Pembagian ketiga waktu shalat itu demi alasan keamanan terkait dengan daya tampung maksimal masjid. Di Swedia sangat ketat tentang peraturan keamanan gedung, termasuk masjid atau rumah ibadah lainnya. Daya tampung maksimal masjid Raya Stockholm itu sekitar 2 ribu orang. Selain itu, ada pengaturan alur jamaah yang ingin masuk dan usai beribadah melalui pintu yang berbeda. Di ujung pintu keluar, panitia masjid membagikan kue kering, kurma dan sebuah pisang kepada peserta shalat Idul Fitri.
Lalu, dimanakah kami membayar Zakat Fitrah?
Ada banyak cara pembayaran zakat fitrah. Pertama, pembayaran zakat fitrah dapat dilakukan via transfer ke nomor rekening Giro resmi Masjid Raya Stockholm atau masjid lainnya yang terdaftar dalam daftar rumah ibadah resmi di Swedia. Kedua, kami datang langsung ke masjid tersebut lalu membayarkan via semacam ATM untuk berzakat dan bersedekah. Kemudian, ketiga, berzakat fitrah ke lembaga-lembaga nirlaba fokus dengan aktivitas kemanusiaan untuk umat Islam dunia, seperti Islamic Relief Sweden dan Moslem Aid Sweden. Tentu, pembayaran tetap dilakukan via transfer ke rekening giro kedua lembaga nirlaba tersebut.
Oleh karena itu, perbedaannya dengan cara bayar zakat fitri di Tanah Air, tidak ada individu yang berperan sebagai Amil Zakat. Para pembayar zakat tidak akan bertemu fisik dengan Amil Zakat. Namun, Swedia sangat tertib pencatatan, sekalipun via transfer, para pembayar zakat akan mendapatkan bukti pembayaran yang dikirimkan ke alamat e-mail atau SMS ke nomor telepon yang wajib dicantumkan saat pengisian data. Nomor telepon, alamat e-mail, termasuk nomor wajib pajak (personnummer dalam bahasa Swedia) adalah tiga informasi yang wajib diisi saat melakukan pembayaran zakat lewat laman resmi masjid atau lembaga nirlaba tersebut.
Lalu, bagaimana dengan pengalaman pribadi menikmati Lebaran Idul Fitri di Swedia?
Sejak tahun 2014, saya memutuskan untuk beribadah shalat Idul Fitri di Masjid Raya Stockholm. Saya memilih waktu shalat yang jam 07.00 karena waktu yang paling pas untuk lanjut berangkat kerja. Maklum, Idul Fitri di Swedia itu bukan tanggal merah seperti di Tanah Air. Tetapi, perusahaan tempat saya bekerja memberikan keleluasaan untuk beribadah, misalnya saya sudah ijin akan datang lebih terlambat. Bahkan, sejak tahun 2015 sampai 2019, sebelum Work From Home (WFH) karena pandemi, saya mengajukan cuti kerja 1 atau 2 hari agar bisa menikmati suasana lebaran lebih nyaman, mulai dari shalat, halal bihalal virtual atau dengan kawan sesama muslim di Swedia (baik dari Indonesia atau negara lain), dan libur menikmati suasana kota Stockholm yang indah saat musim panas. Idul Fitri sepanjang saya menetap di Swedia itu selalu bertepatan dengan musim panas. Hangatnya sinar matahari sangat berharga untuk kami yang hidup di negara 4 musim, seperti Swedia yang terkenal dengan iklim dingin kutubnya.
Dimana kawan muslim Indonesia di Stockholm beribadah shalat Idul Fitri?
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Swedia dan Latvia bekerjasama dengan Kelompok Pengajian Muslim Indonesia Stockholm (Al Ikhlas) rutin menyelenggarakan acara shalat Idul Fitri berjamaah di Wisma Duta Indonesia. Sayangnya, tidak ada perayaan Idul Fitri di Wisma Duta di kala pandemi ini. Namun, pihak KBRI Stockholm bersama Kelompok Pengajian Al Ikhlas tetap menyelenggarakan Halal Bihalal Online.
Lalu, seperti apa Halal Bihalal Idul Fitri Masyarakat Indonesia sebelum pandemi?
Usai shalat Idul Fitri berjamaah, panitia tetap berusaha menyajikan suasana lebaran seperti di Tanah Air. Panitia dibantu staf dapur Wisma Duta Indonesia menyajikan sajian khas Lebaran, seperti opor ayam, rendang, sambal goreng ati, sayur kacang lodeh dan kue kering nastar atau keju. Semarak Idul Fitri berlanjut dengan acara Open House di Wisma Duta Indonesia yang diselenggarakan pada akhir pekan, khususnya Sabtu yang dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia lintas agama.
Pada saat Open House khususnya, kerinduan kami terhadap menu lebaran dan keramaian halal bihalal seperti di Tanah Air terobati sejenak. Biarpun, kami sudah sebisa mungkin tetap menyiapkan sajian lebaran khas Tanah Air di rumah masing-masing.
Dimanakah kami menemukan bahan baku masakan dan kue Lebaran?
Untuk bahan baku pembuatan menu lebaran, seperti bahan kue kering yang mudah ditemukan, seperti di jaringan toko Asia atau pasar swalayan lokal di Stockholm. Untuk bahan baku berupa daging sapi atau ayam halal, kami dapat menemukannya di pasar swalayan lokal, khususnya di kawasan pemukiman yang banyak pendatang muslimnya. Tetapi, janur untuk membuat ketupat itu sangat sulit ditemukan di Swedia. Oleh karena itu, menu lebaran Idul Fitri di Swedia itu tidak ada sajian ketupatnya. Kami terbiasa dengan lontong yang berbungkus daun pisang atau plastik. Plastik ini aman untuk digunakan karena Swedia sangat ketat dalam keamanan produksi makanan. Beras dalam plastik siap masak-pun dapat dijumpai di pasar swalayan lokal. Hal ini buah kemajuan teknologi kemasan pangan yang aman untuk digunakan.
Lalu, demi membangun suasana Idul Fitri seperti di Tanah Air, kami tetap melakukan open-house sambil menikmati sajian khas Indonesia (tidak harus menu lebaran) yang dapat dihadiri oleh kawan dekat di perantauan. Atau, sekedar kumpul di kafe menyesap secangkir kopi atau teh dengan kue khas Swedia. Kami menyebutnya, Swedish fika (coffee break ala Swedia).
Seperti itulah suasana Lebaran Idul Fitri di Swedia.